My New Dream -Part 17-
Part 17
Pagi hari
tiba kami sudah bersiap untuk pulang taksi yang kami pesan sudah datang dan
juga kami telah memasukkan semua barang-barang kami di mobil tersebut, saat aku
tengah memasuki mobil tiba-tiba saja Aidil datang dan memanggilku “Avril aku
bisa jelasin semuanya” teriak Aidil dari kejauhan “nggak ada yang perlu kamu
jelasin, kamu udah bilang semuanya sama aku kan?” tanyaku dengan nada kecewa “please kasih aku satu kesempatan buat
ngejelasin ini semua, sebelum aku bener-bener bakal menghilang” pinta Aidil “mendingan
lo pergi deh Aidil” usir Alvin “aku minta kamu percaya ya sama aku?” pinta
Aidil sekali lagi.
Alvin
menggenggam tanganku untuk memasuki mobil jika
aku pergi bersama Alvin sekarang aku tidak akan pernah lagi melihat Aidil tapi
setelah apa yang ia lakukan padaku aku benar-benar sakit hati, apa yang harus
aku lakukan? tanyaku dalam hati, aku tidak membalas Aidil dan langsung
masuk ke mobil “jalan pak” ucap Alvin “bentar pak” cegahku lalu menatap Alvin “maafin
aku ya kalau aku egois, tapi kalau aku nggak bicara sama Aidil sekarang, aku
nggak bakal tau apa yang sebenernya terjadi” balasku lalu keluar dan berlari
kearah Aidil “jelasin semuanya ke aku” pintaku “makasih ya kamu mau dengerin
aku” balas Aidil lalu meraih tanganku, tangan hangat yang sangat aku rindukan.
Setelah Aidil mengusirku dan mengatakan bahwa dia membenciku,
Aidil membuka sebuah tirai yang ada di kamarnya “sekarang ibu puas” teriak
Aidil dengan suara lantang “apa maksudmu putraku? aku melakukan ini semua demi
kebaikanmu” balas ibu Aidil dengan nada tegas “demi kebai-kanku? atau demi
kebaikan ibu, ini tidak adil bu, aku tidak bisa melihatnya tersiksa seperti itu”
ucap Aidil sambil berjalan menjauhi ibunya.
“jadi
waktu kamu ngusir aku itu kamu diawasin sama ibu kamu?” tanyaku setelah Aidil
selesai menjelaskan apa yang terjadi.
“iya gitu
maafin aku ya, aku udah buat kamu sakit hati” balas Aidil.
“iya aku
maafin, kapan kamu balik ke Jakarta?” tanyaku.
“kebetulan
cewek yang ibu ceritain ke aku itu orang dari Jakarta bahkan satu sekolah lagi
sama kita, jadi buat alasan aja aku mau ke Jakarta”
“kamu
beneran mau ya dijodohin sama cewek itu?”
“ya enggak
lah, kan aku udah bilang maunya sama kamu”
“aku nggak
bisa bayangin kalau kamu bener-bener jadian sama cewek itu, lagian kamu kan
udah mutusin aku”
“aku nggak
bermaksud kayak gitu kok beneran deh”
“tetep
aja waktu itu kamu mutusin aku, jadi ya sekarang kita cuma sebatas temen aja nggak
lebih, selebihnya ya cuma sahabat”
“kalau
gitu kamu mau nggak balikan sama aku?”
“terus
nanti cewek yang itu gimana?”
“kamu
kenapa sih? aku kan udah bilang kalau aku nggak bakalan suka gimana pun cewek
itu jadi aku mohon sama kamu percaya deh sama aku”
“aku nggak
bisa kalau sekarang, sebesar apapun cintaku sama kamu, aku tetep butuh waktu
buat mulihin sakit hati aku, kamu ngerti kan perasaan aku?”
“sampai
kapan kamu mau balas perasaan aku?”
“aku
butuh waktu”
“iya aku
tunggu kok”
Setelah
berbicara aku pamit untuk pulang karena kasian Alvin sudah menungguku dari tadi
“aku pulang dulu ya, aku tunggu kamu di Jakarta” pamitku pada Aidil “iya nanti
aku bakalan langsung ke rumah kamu kalau udah sampai di Jakarta” balas Aidil
“jangan kerumah aku dulu soalnya aku lagi enggak dirumah” tukasku “maksud kamu?”
tanya Aidil semakin tidak paham “ya sebenernya udah seminggu ini aku tidur di
rumah Alvin soalnya aku sama mama lagi bertengkar” jelasku “bertengkar? sampai
kamu kabur dari rumah?” lagi-lagi Aidil menanyakan hal yang tidak boleh dia
tau.
“bukan
kabur, lebih tepatnya diusir” aku meralat perkataan Aidil.
“aku nggak
ngerti deh sama kamu emang ada masalah apa sih sampai kamu diusir kayak gitu?
Kan bisa diselesaiin baik-baik”
“masalah
kecil kok, tapi kamu tau sendiri kan mama itu suka ngebesar-besarin masalah
jadi ya gini nih jadinya, tapi aku nggak papa kok”
“oh iya
aku sampai lupa ini kartu ATM kamu” Aidil memberikan kartu itu padaku.
“terus
kamu ke Jakarta-nya gimana bawa aja dulu”
“aku tau
kamu yang sekarang butuh banget uang ini jadi aku kembaliin, tenang aja aku
udah ada transport kok, makasih ya kamu udah banyak bantuin aku”
“iya sama-sama
aku pergi ya” pamitku.
Aidil
menarik pergelangan tanganku dan memaksaku untuk tetap dipelukannya, aku
membalas pelukan Aidil yang selama ini aku rindukan. Aku kembali ke taksi yang
sudah Alvin pesan dari tadi Alvin tampak senang melihatku dan Aidil sudah
baikan “sorry ya lama” ucapku meminta
maaf “selow kali, emang tadi Aidil ngomong apa ke kamu?” tanya Alvin penasaran,
selama perjalanan menuju bandara aku menceritakan semuanya pada Alvin.
Komentar
Posting Komentar