My New Dream -Part 4-


 Part 4

Setelah makan pagi aku mengganti bajuku dengan pakaian berenang karena hari ini Aidil akan mengajariku berenang “udah siap?” tanya Aidil setelah aku sampai di kolam renang “udah dong, mohon bantuannya” pintaku “haha.. enggak usah terlalu formal juga kali” candanya “pertama-tama gue bakal ngajarin lo berenang gaya katak, gaya katak ini... ” jelas Aidil panjang kali lebar “ngerti?” tanya Aidil setelah selesai menjelaskan beberapa teknik berenang “lumayan sih, langsung praktek aja nih?” tanyaku “boleh, turun kekolam sekarang aja” perintahnya.
Aidil tak henti-hentinya berceramah jika aku melakukan kesalahan selama berenang, ada sedi-kit rasa senang karena dalam waktu singkat aku langsung bisa berenang, aku rasa Aidil adalah guru yang baik. Senyuman diwajahku melebar saat mendapati Aidil selalu saja mendampingiku kemana pun aku akan berenang.
Setelah satu jam berenang kakiku tiba-tiba terasa berat dan sakit jika digerakan aduh gimana nih? Kram disaat kayak gini batinku dalam hati “Aidil, kaki gue kram nih” teriakku dengan nada panik, Aidil yang melihatnya segera terjun dan berenang kearahku, namun aku sudah tidak bisa melih-at apa-apa lagi pandanganku samar-samar bahkan aku tidak bisa mendengar apa-apa, tak lama kemudi-an aku kehilangan kesadaran.
Aku merasakan sesuatu mendekap tubuhku dengan erat dan membuatku kembali merasa hangat, saat aku membuka mata betapa terkejutnya aku saat melihat tubuhku dipeluk oleh seseorang yang ternyata adalah...
“A... adil” orang yang memelukku barusan tak lain adalah Aidil.
“lo udah sadar syukurlah” balasnya sembari mempererat pelukanku, aku sedikit heran deng-an sikapnya itu, namun tak lama kemudian aku memilih tersenyum.
“gue enggak bisa nafas tau kalau lo meluk gue kayak gini” omelku dengan suara yang lemah.
“sorry gue nggak bermaksud buat... ” jawab aidil sambil melepaskan pelukannya aku mengang-guk pelan, wajahku masih memanas dan berlahan memerah mengingat kejadian barusan. Aidil menga-ngkatku dan meletakkanku dikursi pinggir kolam.
“lo beneran nggak papa?” tanyanya.
“iya, gue nggak papa kok, tadi waktu gue lagi asyik tiba-tiba aja kaki gue kram, gue kan jadi panik” ceritaku.
“lo kenapa tadi tiba-tiba pingsan?”
“enggak tau juga gue, tadi waktu gue teriak tiba-tiba aja gue enggak bisa liat sama denger apa-apa, terus pingsan gitu aja”
“makannya kalau mau berenang itu pemanasan dulu”
“lo? Lo sendiri tadi ngapain meluk gue?”
“ya... enggak boleh apa? gue juga terbawa suasana tau” aku bisa melihat wajah Aidil yang tengah memerah.
“haha... santai aja kali, gue bisa sadar tadi juga gara-gara pelukan lo, makasih banyak” tanpa sadar ternyata aku sedang tertawa lepas melihat wajah merah Aidil.
“ternyata buat lo ketawa lagi itu mudah ya?”
“yang bener?”
“bener banget, kalau gitu gue pamit ya mau mandi dulu” pamit Aidil
“oh iya gue juga, sampai nanti”
Aku berjalan menuju kamarku sambil tetap tersenyum-senyum sendiri kalau dilihat-lihat Aidil itu baik, tampan, sopan pokoknya perfect banget deh batinku melamunkan kejadian saat dikolam rena-ng tadi. Setelah selesai mandi aku turun menuju ruang makan disana baru ada Aidil entah kemana yang lain kenapa cuma ada Aidil sih? bakalan canggung banget nih gumamku aku menutup sebagian mukaku dengan tangan “halo” sapa Aidil tanpa ekspresi.
“ha... halo juga” balasku masih dengan senyuman dipaksakan.
“kenapa lo?”
“enggak papa kok barusan cuci muka jadi gue tutup wajahnya”
“muka lo kok merah? lo yakin nggak papa sini gue periksa” Aidil mulai berjalan mendekatiku, aku segera menahannya agar tidak mendekat kearahku.
“enggak usah, aku nggak papa kok”
Aidil masih tetap berjalan mendekatiku dan meletakkan tangan kanannya di keningku “biar gue periksa dulu”
Tanpa sengaja mata kami bertemu aku segera menggelengkan kepala dan Aidil melepaskan tangannya dari keningku. Wajah kami sama-sama memerah sekarang.
“Avrile” panggil Kabiru memecahkan keheningan
“lagi apa kalian? jangan-jangan... ” tanya Kabiru curiga
“jangan-jangan apa? Awas aja lo kalau sampai punya pikiran yang aneh-aneh” ancamku dengan nada kesal.
“hihi... jadi ngrasa ganggu nih gue” kabiru masih menatapku sambil senyuman nakal.
“ayo makan” ajak Aidil.
“tuh kan muka kalian merah, jangan-jangan emang kalian lagi... ” tuduh Kabiru sambil menat-apku dan Aidil bergantian
“lo tau kak Jess nggak?” tanyaku mengalihkan perhatian
“kak Jess kayaknya lagi sibuk banget, tadi gue liat dia keluar bawa kameranya dan langsung pergi gitu aja tanpa izin dulu”
“mungkin kak Jess lagi traveling” tukas Aidil
“iya emang biasanya kakak sering keluar gitu sambil bawa kamera”
“sepi juga ya enggak ada kak Jess”
 “udahlah nanti juga balik kak Jess-nya” balasku santai.
Sudah hampir sore kak Jess belum juga pulang aku semakin khawatir, ponselnya juga tidak bisa dihubungi “gue harus nyari kakak” kataku sambil meraih tas didalam kamar dan berlari kebawah. Di ruang tamu ada Kabiru yang sedang membaca majalah “lo mau kemana?” tanya kabiru “gue mau nyari kak Jess, dari tadi belum balik, handphone-nya juga enggak bisa gue hubungi” jelasku “enggak usah khawatir, tadi kak Jess ngabarin gue kok, katanya dia pulang agak meleman” jawab Kabiru “apa? Kak Jess ngabarin lo?” tanyaku terkejut. Kenapa tidak aku saja yang kakak kabari, aku kan adiknya menyebalkan umpatku dalam hati “gue mau keluar” pamitku tanpa melihat wajah Kabiru “kemana?” tanya kabiru, bukannya menjawab aku malah semakin mempercepat langkahku.
Aku berjalan tanpa arah entah mau kemana kenapa Kabiru dikasih kabar sedangkan gue enggak, padahal gue kan adiknya gue khawatir banget sama kakak, kakak bodoh batinku dengan jengkel “mau kemana nona?” tanya seseorang dari arah belakang, tanpa menatap sosok tersebut aku pun bisa mengenalnya dari suara sosok tersebut, siapa lagi kalau bukan Aidil.
“lo ngapain disini?” tanyaku galak
“galak banget sih orang Cuma nanya juga bukannya bales malah nyolot, mau gue temenin?”
“nggak perlu, gue lagi pengen sendiri”
“bentar lagi malem kak Jess bakalan marah kalau tau adik kesayangannya ini jalan-jalan sendi-rian, entar gue deh yang diomelin”
“terserah lo deh”
Akhirnya aku membiarkan Aidil ikut, kami berjalan dengan pikiran kami masing-masing, cukup lama kami berjalan tanpa arah entah aku mau kemana, tapi yang pasti saat ini aku hanya ingin berjalan lurus saja “kita istirahat yuk?” ucap Aidil tiba-tiba
“kenapa?”  tanyaku sembari menatap Aidil
“kita udah jalan jauh banget tau, lo nggak capek?”
“lumayan sih, makan yuk”
“makan di mana?”
“kayaknya didaerah sini ada restoran deh, itu dia” tunjukku pada salah satu bangunan yang paling menjulang tinggi.
Selama makan malam pun aku dan Aidil sibuk bermain ponsel sendiri-sendiri tanpa membuka obrolan, setelah makan malam kami kembali menuju tempat semula kebetulan juga didekat tempat ter-sebut juga terdapat halte bus.
“kita pulang ke vila naik apa nanti?” tanya Aidil
“taksi” balasku singkat
“mana ada taksi malem-malem gini”
“trus gimana dong masa kita jalan kaki malem-malem”
“enggak mungkin juga kali jalan kaki disekitar sini itu pasti banyak banget begal, lo liat sendiri kan dari tadi jalanan juga sepi?”
“begal?? serius banyak begal?”
“iya serius lah, mendingan suruh jemput kak Jess aja”
“ide bagus” balasku sambil bergegas menelepon kak Jess, untung saja kak Jess segera mengan-gkat teleponku dan mau menjemputku kesini coba saja kalau tidak, aku tidak bisa lagi membayangkan apa yang akan terjadi nanti.
“kak Jess mau?” tanya Aidil setelah aku selesai menelepon.
“ya mau lah, kita tungguin di bangku situ aja yuk”
Udara dingin malam ini membuatku menggigil aku melipat kedua tanganku agar hangat, tiba-tiba Aidil memakaikan jaketnya ke tubuhku “tapi kan kamu... ” belum sempat selesai berbicara Aidil memotong kalimatku.
“udah yang penting kamu hangat” balasnya, aku membalasnya dengan senyuman manis.
Jaket Aidil sudah kurapatkan erat-erat, tapi entah kenapa aku masih kedinginan “kamu masih kedinginan?” tanya Aidil seolah tau apa yang tengah aku pikirkan
“lumayan sih, udara melem ini bener-bener nggak bisa toleransi”
Aidil meletakkan tangannya dipundakku lalu menarik tubuhku kepelukannya “ngapain kamu?” tanyaku dengan wajah memerah.
“ya biar kamu hangat, memangnya apalagi yang bisa aku lakuin?”
“harus ya meluk aku kayak gini?”
“kamu hangat nggak sekarang?” bukannya menjawab pertanyaanku Aidil malah memberiku pertanyaan yang konyol.
“um... lumayan”
Udara malam semakin dingin aku menyadari bahwa Aidil kedinginan “kamu nggak papa?” tanyaku kepada Aidil, entah sejak kapan aku mulai menggunakan panggilan ‘aku-kamu’ pada Aidil
“kayaknya aku kedinginan deh” jawabnya dengan wajah pucat.
“kalau gitu, ini jaketmu” aku melepaskan jaket Aidil lalu mengulurkannya tepat didepan Aidil yang masih menatapku.
Bukannya menerima jaket dariku, Aidil justru semakin mendekatkan wajahnya kearahku, aku menyadari jarak wajahku dengan wajah Aidil semakin dekat dalam posisi ini bukannya dia mau...  gumamku dalam hati karena aku tidak berani melihat Aidil, aku menutup kedua mataku dan benar saja tentang apa yang aku pikirkan.
Setelah aku menutup mata aku bisa merasakan nafas Aidil tiba-tiba saja aku merasakan bibirn-ya mendarat tepat di bibirku, terasa lembut dan sangat dingin, aku segera membuka kedua mataku menjauhkan wajahku dari Aidil, bukannya Aidil menjauh dia tetap saja masih menciumku. Aidil mele-paskan bibirnya lalu memelukku dengan erat “Aidil aku... ” lagi-lagi Aidil memotong kalimatku “sebe-ntar aja, aku mohon jangan lepaskan pelukkanmu, rasanya sangat hangat dan membuatku nyaman”.
Tiba-tiba Aidil terjatuh badannya sangat panas “Aidil” panggilku, namun Aidil tak kunjung bangun “aduh gimana nih? kak Jess cepetan dong” ucapku panik sendiri, aku menidurkan Aidil dibangku dan menyelimuti tubuh Aidil dengan jaketnya, aku menyentuh kening Aidil “badan kamu panas banget, aku harus segera mencari pertolongan” kataku sambil bangun dari posisiku, tiba-tiba Aidil menggenggam tanganku aku bisa merasakan genggaman tangannya yang begitu lemah “nggak usah, kamu jangan ninggalin aku sendirian” pintanya, tidak ada pilihan lain selain kembali duduk didekat Aidil sambil menunggu kak Jess datang.
Tak lama kemudian kak Jess menemuiku “kakak” panggilku sambil berlari dan memeluk kak Jess “kamu enggak papa kan?” tanya kak Jess “iya aku enggak papa, Aidil kak dia kayaknya demam” jelasku dengan nada panik, kak Jess mencoba membangunkan Aidil dengan menggoncangkan tubuh-nya “Aidil lo kenapa?” tanya kak Jess khawatir, tidak ada jawaban apa-apa “kak mendingan langsung dibawa aja kerumah sakit” usulku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Made By My Country

My New Dream -Part 18-

My New Dream -Part 20-